Selasa, 23 November 2010

rakaa'at tarawih

“tarawih” diambil dari kosakata dasar dalam bahasa arab yang memiliki arti istirahat atau bersantai. Ada beberapa nama sebetulnya untuk menyebutkan sholat tarawih, salah satunya disebut juga sholat “qiyamu ramadhan” yaitu sholat yang dilaksanakan pada malam-malam di bulan ramadhan.
adapun kenapa dinamakan dengan shoalat tarawih yaitu karena pelaksanaan sholat tarawih dilaksanakan dengan cara yang santai dan tidak tergesah-gesah. Ketika pada masa rasul dan sahabat dahulu mereka biasa melaksanakan sholat tarawih dengan memeperpanjang bacaan di setiap rakaatnya lalu kemudian mereka duduk-duduk beristirahat setiap kali selesai melaksanakan empat rakaat dari sholat tarawih tersebut.

Sangat disayangkan masyarakat saat ini justru melaksanakan sholat tarawih bukan dengan pelaksanaan yang santai dan tidak tergesah-gesah melainkan terkesan terburu-terburu baik dari segi bacaan ataupun gerakan sholatnya.
Ya sudah, kali ini tidak dulu mengomentari keadaan masyarakat saat ini, itu sudah jelas tugas kita sebagai para du’at untuk memberikan pemahaman yang benar kepada mereka secara hikmah.

Para Ulama sendiri telah sepakat tentang hukum sholat tarawih, yaitu disunnahkan (sunnah muakkadah) bagi kaum laki-laki dan perempuan dan disunnahkan untuk dilaksanakan secara berjamaah. Sholat tarawih disyariatkan tepat pada masa-masa akhir hayat nabi shollallah alaihi wa sallam. Sebagaimana dalam hadits yang dikeluarkan oleh syaikhoni dari hadits aisyah ra. Ia berkata: Nabi saw keluar pada pertengahan malam ke masjid kemudian beliau sholat kemudian para laki-laki mengikuti sholat bersama nabi saw hingga bertambah banyak yang mengikuti sholat sampai malam ke tiga, dan nabi tidak keluar pada malam ke empat kemudian berkata kepada mereka: aku takut kamu sekalian menjadikannya fardu dan melemahkan kalian. Imam bukhori menambahkan dalam riwayatnya “maka rasulullah shollallahu alaihi wa sallam wafat dan urusan itu tetap demikian. Dalam hal ini imam Qolyubi berpendapat bahwa hadits tersebut mengisyaratkan sholat tarawih di syariatkan pada masa akhir nabi shollallahu alaihi wa sallam dikarenakan nabi saw tidak melaksanakannya bersama jama’ah untuk yang kedua kalinya dan tidak ada permasalahan ketika itu. Adapun pertama kalinya sholat tarawih dilaksanakan kembali secara berjamaah pada masa kholifah umar bin khottob yaitu pada tahun ke 14 hijriyah seperti yang diriwayatkan oleh imam bukhori dari abdu rahman bin qori, ia berkata: “aku keluar bersama umar bin khattab ke masjid pada malam ramadhan sedangkan para jama’ah ketika itu berpisah dan melaksanakan sholat masing-masing, maka berkata umar: aku melihat kalaulah aku mengumpulkan mereka dan sholat dengan satu bacaan(imam) sungguh keadaan itu telah dicontohkan. Kemudian ia berniat lalu mengumpulkan mereka atas ubai bin ka’ab. Kemudian aku keluar bersamanya di malam yang lain dan para jamaah sholat dengan bacaan imam(ubai bin ka’ab) kemudian umar berkata: sebaik-baiknya bid’ah adalah ini..”

Sedikit mencoba menjelaskan maksud bid’ah yang dikatakan umar bin khattab. Bid’ah yang dikatakan dan dilakukan umar bin khattab adalah bukan bid’ah yang memang suatu perkara yang baru dan rasul tidak pernah memerintahkan ataupun mencontohkannya, bukan pula bid’ah yang bersifat dolalah. akan tetapi bid’ah yang dilakukan oleh umar bin hattab di sini adalah suatu bid’ah yang memang rasul sendiri pernah melaksanakannya hanya saja rasul tidak meneruskan untuk mengerjakannya dikarenakan dikhawatirkan para jama’ah menjadikannya seperti sholat fardlu sehingga rasul tidak melaksanakannya secara berjamaah kembali sebagaimana di hari pertama, kedua dan ketiga. Akan tetapi ada yang penting untuk dijadikan catatan dari perkataan dan perbuatan umar bin hattab tersebut, bahwa perkataan umar bin khatab tidak bisa dijadikan landasan atau dalil untuk memperbolehkannya melakukan sesuatu yang bid’ah. karena apa yang dilakukan oleh umar bin khattab adalah suatu perkara yang sempat dicontohkan oleh rasul saw bukan suatu perkara yang mengada-ada dalam ibadah yang tidak ada perintahnya dari rasul saw. Dan perkara ibadah yang tidak ada perintah dari rasul saw maka perkara tersebut ditolak. dalam hal ini penulis tidak mendukung ibadah apapun yang tidak dicontohkan dan tidak ada perintah dari nabi saw. wallah a'lam

Lalu, berapa sebenarnya jumlah rakaat shalat tarawih???

Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah rakaat sholat tarawih. Dan sebab dari perbedaan pendapat tersebut adalah karena tidak adanya dalil yang menyebutkan batasan-batasan rokaat sholat tarawih secara khusus. Dan juga karena sedikitnya masa rasulullah saw sholat tarawih berjamaah bersama para sahabat yaitu hanya selama tiga malam. Seorang ulama dari kalangan maliki, ibn rusydi menyebutkan sebab perbedaan pendapat tentang jumlah rakaat sholat tarawih yaitu perbedaan riwayat tentang sholat tarawih pada masa kholifah umar bin khattab. Dalam hal ini imam malik meriwayatkan dari zaid bin ruman, ia berkata: keadaan masyarakat melaksanakan sholat pada masa umar bin khottob dengan duapuluh tiga rakaat. Dan yang dikeluarkan oleh ibnu abi syaibah dari daud bin qois, ia berkata: aku mendapati masyarakat pada zaman umar bin abdul aziz dan  abaan bin utsman melaksnakan sholat dengan tigapuluh enam rakaat dan tiga rakaat sholat witir. (bidayatul mujtahid 1/210)
Oke, sekarang kita coba ijmal pendapat para fuqoha mengenai jumlah rakaat sholat tarawih ke dalam tiga madzhab

1.    Madzhab pertama (pendapat alkamal ibn alhammam alhanafi dan riwayat dari imam malik dan pendapat yang dipilih oleh ibn taimiyah(muatho lil imam malik 1/115 no. 251).
“Berpendapat bahwa jumlah rakaat sholat tarawih adalah 11 rakaat dengan 3 rakaat witir”
 Dalil:

  • Yang dikeluarkan oleh imam malik dari assaaib bin yazid, ia berkata: umar bin khattab memerintahkan ubai bin ka’ab dan tamiman addaari untuk mengimami jama’ah dengan 11 rakaat. Ia berkata: sungguh ketika itu ia membaca dua ratus ayat sehingga kami berdiri dengan bersandar pada tongkat karena lamanya berdiri dan kami tidak berpaling kecuali pada penghujung fajar. (syarah fathulqodir 1/333, syarah azzarqani 1/284, alfatawa alkubro li ibn taimiyah 22/272)
  • Yang dikeluarkan oleh syaikhani dari aisyah ra. Ia berkata: tidaklah rasulullah saw menambah pada malam ramadhan dan di selain ramadhan melebihi 11 rakaat, beliau sholat 4 rakaat maka jangan tanyakan tentang baik dan panjang bacaannya. Kemudian beliau sholat 4 rakaat, maka jangan tanyakan tentang baik dan panjang bacaannya. Kemudian sholat 3 rakaat. Maka aku berkata ya rasulallah apakah engkau tidur sebelum engkau witir? Rasul menjawab: ya aisyah sesungguhnya mataku tidur akan tetapi hatiku tidak tidur. (shohih bukhori 1/387 no. 1096)
  • Dan dari riwayat keduanya(syaikhani) dari aisyah ra. Ia berkata: sholat rasulullah saw pada masa itu 10 rakaat kemudian dengan witir 1 kali sujud dan 2 rakaat fajar maka semuanya 13 rakaat. (shohih bukhori 1/382 no. 1089)


Imam asson’ani berkata tentang hal ini: sebagian ulama mengira hadits-hadits diatas termasuk hadits yang mudthorib karena berbedanya lafadz dalam riwayatnya akan tetapi sesungguhnya tidaklah demikian, melainkan riwayat yang memungkinkan atas waktu-waktu yang ditentukan dan waktu yang tidak ditentukan berdasarkan penjelasan tentang bolehnya hal tersebut. Maka semuanya boleh untuk dilaksanakan dan alangkah lebih baik jika kita mengatakan bahwasanya aisyah mengabarkan tentang apa yang lebih sering atau biasa dilakukan oleh nabi saw dan itu termasuk kabar tentang sesuatu yang jarang maka tidak bisa menafikan yang lainnya. (subulus salam 1/398)

Adapula yang mengatakan bahwa jumlah rakaat di atas dimansukh oleh apa yang dikerjakan oleh umar bin khattab yaitu menjadi duapuluh rakaat dan itu termasuk sunnah mtaba’ah dengan berhujjah pada dalil yang dikeluarkan oleh ibn hibban dan tirmidzi dan mensohihkannya dari hadits urbad bin sariyah berkedudukan marfu: “hendaklah kalian dengan sunnahku dan sunnah khulafau rasyidin yang diberikan petunjuk dan hendaklah kalian berpegang padanya….”(sunan abu daud 4/200 no.4607). adapun ketika umar bin khattab memerintahkan untuk sholat dengan 11 rakaat sedangkan ketika itu imam biasa membaca dengan 200 ayat setiap rakaatnya karena panjangnya bacaan merupakan afdholnya sholat. Maka ketika jama’ah merasa lemah untuk mengerjakannya umar memerintahkan untuk melaksanannya dengan 23 rakaat untuk meringankankan dari lamanya berdiri dengan tetap mencari keutamaan(fadilah) dengan menambah rakaatnya.

Pernyataan diatas disanggah oleh alkamal ibn hammam bahwasanya apa yang telah diamalkan oleh umar bin khattab tidak mesti dijadikan sebagai sebuah sunnah mengingat ia mengerjakan tersebut dengan berdasarkan kebiasaan atau ketekunannya atau karena sebuah udzur. Dan tidak ada udzur dikala itu. Maka lebih tepat bagi yang mengerjakan 23 rakaat bersifat mustahabb sedangkan yang 11 rakaat bersifat sunnah seperti halnya sholat 4 rakaat setelah isya yang msutahabb dan 2 rakaat setelah isya sebagai sunnah. Maka apabila mengerjakannya dengan 23 rakaat, 8 rakaat darinya sebagai sunnah adapun sisanya mustahab.

Nah..ternyata, dalil yang mengharuskan kita melaksanakan tarawih dengan 11 rakaat(8 tarawih dan 3 witir) masih terdapat ihtimal lain dengan hadits yang sama sumbernya yaitu sayidah aisyah ra. Yang mengatakan bahwa nabi pernah sholat dengan sepuluh rakaat dengan ditutup satu witir. Sekalipun jumlahnya tetap 11 rakaat akan tetapi disana sayidah aisyah menjelaskan shalat witirnya hanya satu rakaat dengan kata lain beliau sholat tarawih lebih dari 8 rakaat berbeda dengan hadits sebelumnya yang mengatakan bahwa nabi sholat dengan 8 rakaat. Maka seandainya rasul menutup sholatnya
dengan 3 rakaat witir, jumlahnya bukan lagi menjadi 11 akan tetapi menjadi 13 rakaat. Wallahu a’lam.

2.    Madzhab kedua (madzhab hanafiyah dan salah satu dari dua perkataan yang masyhur dari imam malik, juga pendapat ulama syafi’iyah dan hanabilah)
“Berpendapat bahwa jumlah rakaat sholat tarawih adalah 23 rakaat”
Dalil:

  • Apa yang dikeluarkan oleh imam malik dari zaid bin ruman, ia berkata: keadaan masyarakat melaksanakan sholat pada masa umar bin khottob dengan duapuluh tiga rakaat. (almuwatho 1/115. Hadits ini mursal menurut imam nawawi dkarenakan yazid ibn ruman tidak mendapatkan umar bin khattab: almajmu’ 4/33). Berkata imam baihaqie: yaitu 20 rakaat tanpa witir dan tiga rakaat witir (sunan kubro lil baihaqie 2/496)
  • Apa yang dikelurkan oleh imam albaihaqie dan yang lainnya, dari assaaib bin yazid ra. Ia berkata: “mereka mengerjakan sholat pada masa umar bin khattab pada bulan ramadhan dengan 20 rakaat. Ia berkata : dan mereka membaca 200 ayat…”(sunan kubro lil baihaqie 2/496 no. 4393)


3.    Madzhab ketiga (pendapat kedua yang masyhur dari imam malik, pendapat ulama assyafi’iyah dalam haknya ahlu madinah)

“Berpendapat bahwa jumlah rakaat sholat tarawih adalah 36 rakaat dengan hujjah bahwa demikian adalah apa yang dikerjakan oleh ahlu madinah”

Nah… Sudah tahu kan sebab perbedaan dan juga dalil-dalilnya??? Sekarang kita mau memilih mengerjakan yang berapa rakaat?? sebelas? tiga belas? Dua puluh tiga? Atau tiga puluh enam?
Mau sholat 11 rakaat biar cepet sholatnya? Silahkan tapi ingat, ada hadist lain yang menunjukan lebih dari 11 rakaat. Atau mau yang 23 rakaat biar afdhol sholatnya? Silahkan aja. tapi inget juga, ada pendapat yang lebih kuat bahwa 11 rakaat itu "sunnah" kalo mau  lebih sekalipun itu afdhol tapi "mustahab" sifatnya. Atau mau 36 rakaat biar khatam qur’an lebih dari satu kali dalam sebulan? Silahkan kalo mampu. Tapi inget, pendapat ini tidak ada haditsnya dari nabi saw, melainkan pekerjaan yang dilakukan oleh para sahabat nabi saw di madinah dan mereka tentunya orang-orang yang paling taat dibanding kita dan mereka mampu untuk melaksanakannya.
Jadi… kita bisa mengambil yang manapun dengan tetap melihat dalil yang lebih kuat untuk dijadikan rujukan.
Untuk tidak membingungkan coba kita dengar apa yang dikatakan imam ahmad tentang hal ini. Beliau berkata: “barangsiapa yang mengira bahwa qiyamu ramadhan terdapat ketentuan jumlah rakaatnya dari nabi saw dan tidak boleh ditambah dan tidak boleh dikurangi, maka sesungguhnya ia telah salah”. (alfatawa alkubro li ibn taimiyah 22/272). Abdullah ibn ahmad juga berkata: “aku melihat bapakku sholat pada bulan ramadhan dengan rakaat yang tak terbilang. Begitupula dengan apa yang dikerjakan oleh abdurahman bin alaswad sholat dengan 40 rakaat dan witir setelahnya dengan 7 rakaat.
Wallahu a’lam

disarikan dari kitab
"ahkamul ibadat dirosah fiqhiyah muqoronah" oleh Prof. Dr. Sa'du Dien Mus'ad alhilaly (dosen univ. al-azhar cairo fakultas syariah islamiyah)

0 komentar:

Posting Komentar